Pabrik Gula Tembus 2 Juta Penonton Kurang dari Sepekan Tayang

Capaian ini sekaligus menempatkan Pabrik Gula sebagai film Indonesia terlaris kedua sementara pada 2025.

Pabrik Gula terus mendominasi layar lebar selama musim libur Lebaran 2025. Film itu bahkan sudah menembus dua juta penonton dalam waktu kurang dari sepekan penayangan.
MD Pictures selaku rumah produksi mengumumkan Pabrik Gula sudah menghasilkan 2.007.740 penonton pada hari keenam tayang di bioskop.

“Hari ke-6 tayang, 2.007.740 orang sudah mendengarkan cerita Rano Karno,” tulis akun resmi media sosial @mcpictures_official, Minggu (6/4).

Angka itu menjadikan Pabrik Gula kian melenggang di puncak film terlaris pada masa libur Lebaran 2025. Film ini masih mencatat ratusan ribu lebih penonton setiap hari, bahkan jumlahnya kian berlipat pada akhir pekan.

MD Pictures juga merilis sebaran penonton Pabrik Gula di jaringan bioskop untuk capaian dua juta penonton film tersebut.

XXI menjadi penyumbang penonton terbesar, yakni 1.150.623 penonton atau 57,42 persen dari angka total penonton Pabrik Gula. CGV mengikuti dengan 409.595 penonton (20,44 persen), diikuti Cinepolis dengan 201.072 penonton (10,04 persen).

Bioskop lainnya, seperti Platinum Cineplex, Rajawali, FLIX, Dakota Cinema, hingga Sam’s Studios, mampu menyumbang 242.450 penonton (12,10 persen).

Capaian ini sekaligus menempatkan Pabrik Gula sebagai film Indonesia terlaris kedua sementara pada 2025. Film itu masih kalah dari Petaka Gunung Gede yang menghasilkan 3,2 juta penonton.

Namun, perolehan Petaka Gunung Gede itu sangat berpotensi dilampaui Pabrik Gula dalam waktu dekat jika tren penonton film terbaru Awi Suryadi tersebut masih tetap menanjak dalam beberapa hari ke depan.

Perolehan ini juga melanjutkan rekor apik film horor adaptasi cerita SimpleMan yang selalu mencatatkan dua juta lebih penonton, meski masih di bawah KKN di Desa Penari (2022) dengan 10 juta penonton dan Badarawuhi di Desa Penari (2024) dengan 4 juta penonton.

Pabrik Gula merupakan film horor yang ditulis oleh Lele Laila berdasarkan kisah horor viral yang dikisahkan akun media sosial yang dikenal sebagai SimpleMan.

Film ini menjadi film ketiga yang ditulis Lele dari kisah SimpleMan, setelah KKN Di Desa Penari (2022) dan Badarawuhi Di Desa Penari (2024). Ia sebelumnya juga menulis Thagut (2024), Siksa Neraka (2023), Sijjin (2023), Qorin (2022), dan Ivanna (2022).

Sementara itu, Awi Suryadi kembali duduk di kursi sutradara Pabrik Gula. Pabrik Gula menjadi kolaborasi kesekian kalinya Awi dengan Lele, dan menjadi film kedua yang digarap Awi dari kisah SimpleMan setelah KKN Di Desa Penari (2022).

Sedangkan di jajaran kursi pemain, Arbani Yasiz yang sebelumnya bermain dalam Thaghut (2024), dan Ancika (2024) kembali digaet MD Pictures sebagai pemeran utama film ini.

Kemudian ada juga Ersya Aurelia, Erika Carlina, Bukie B. Mansyur, Wavi Zihan, Benidictus Siregar, Arif Alfiansyah, Azela Putri, Vonny Anggraini, dan Budi Ros.

Bidaah Diklaim Tembus 1 Miliar Views dalam Sebulan

Viu per 3 April mengumuimkan Bidaah telah mengumpulkan lebih dari 1 miliar views di platform digital dan media sosial.

Serial Malaysia Bidaah viral di media sosial sejak tayang perdana di layanan streaming pada 6 Maret. Serial tentang pimpinan sekte dan praktik-praktik mencurigakan itu diklaim cetak rekor di Malaysia dan Indonesia.
Viu sebagai layanan streaming yang menayangkan serial tersebut mengumumkan per 3 April Bidaah telah mengumpulkan lebih dari 1 miliar views di platform digital mereka sekaligus media sosial.

“Dengan lebih dari 1 miliar penayangan di platform digital dan media sosial, Bidaah terus menjadi drama nomor 1 di Malaysia & Indonesia,” VIU Malaysia mengumumkan pencapaian tersebut.

Views itu juga diperoleh sebelum mereka menayangkan tiga episode terakhir pada pekan lalu. Episode 15 sekaligus menjadi akhir kisah Bidaah sudah tayang pada 5 April.

Bidaah mengisahkan seorang perempuan muda bernama Baiduri (Riena Diana) yang dipaksa ibunya untuk masuk perkumpulan bernama Jihad Ummah.

Jihad Ummah adalah sekte agama yang dipimpin laki-laki bernama Walid Muhammad Mahdi Ilman (Faizal Hussein). Ia membuat sekte itu dengan mengaku sebagai Imam Mahdi, juru selamat umat muslim pada akhir zaman.

Seiring waktu berjalan, Baiduri menyadari berbagai praktik menyimpang Walid dan Jihad Ummah. Sebut saja pernikahan paksa, kepatuhan mutlak, hingga ritual-ritual penuh kontroversi.

Eksistensi Jihad Ummah mulai terganggu ketika Hambali (Fattah Amin), anak salah satu orang kepercayaan Walid, pulang dari Yaman. Ia sadar ajaran yang dibawakan Walid menyimpang dari ajaran Islam.

Hambali bersama Baiduri kemudian bekerja sama membongkar ajaran sesat Walid agar keluarga dan orang-orang di sekitarnya selamat dari praktik penyimpangan agama.

Bidaah diarahkan sutradara Pali Yahya dari naskah karya Eirma Fatima. Serial yang mengusung genre religi itu terdiri dari 15 episode dengan durasi per episode sekitar 42 menit.

Serial ini dibintangi Faizal Hussein, Fattah Amin, Riena Diana, Marissa Yasmin, Vanida Imran, hingga Hasnul Rahmat.

Bidaah tayang dan bisa ditonton di Viu.

Wajib Ditonton! 4 Film Horor tentang Sekte Pemuja Iblis yang Bikin Merinding Sepanjang Cerita

Wajib Ditonton! 7 Film Horor tentang Sekte Pemuja Iblis yang Bikin Merinding Sepanjang Cerita

Film bertema sekte sering kali menunjukkan bagaimana seseorang bisa terperosok ke dalam pengaruh kelompok yang tampak religius namun menyimpan agenda gelap. Dalam banyak kasus, karakter utamanya adalah sosok biasa yang mendadak harus menghadapi kekuatan besar di luar nalar. Hal ini menciptakan nuansa ketidakberdayaan yang efektif menekan psikologis penonton dari awal hingga akhir film.

Daftar rekomendasi berikut menyajikan tujuh film horor yang masing-masing berhasil menangkap esensi kengerian tersebut dengan cara yang unik. Mulai dari seorang perawat religius yang terobsesi menyelamatkan jiwa pasiennya, hingga remaja yang menjadi korban permainan sekte dalam balutan dunia modern, semua film ini menawarkan pengalaman menonton yang intens dan mengguncang emosi.

SAINT MAUD (2019)

Maud adalah perawat muda yang menyendiri, berusaha menebus masa lalunya dengan cara mendekatkan diri pada keyakinan religius secara ekstrem. Trauma yang tak dijelaskan secara rinci membawa Maud ke dalam jalan penuh obsesi akan penyelamatan jiwa.

THE HOUSE OF THE DEVIL (2009)

Samantha Hughes, seorang mahasiswi, menerima tawaran menggiurkan untuk menjaga seseorang di sebuah rumah terpencil saat terjadi gerhana bulan penuh. Namun, saat tiba, ia mengetahui bahwa tidak ada anak kecil yang perlu dijaga.

Yang ada hanyalah wanita tua dan suasana rumah yang membuat bulu kuduk berdiri. Saat malam bergulir, Samantha menyadari bahwa keluarganya bukan sekadar eksentrik, mereka adalah bagian dari rencana mengerikan yang telah disiapkan, menjadikannya target dari ritual gelap yang mematikan.

HEREDITARY (2018)

Kematian sang ibu membuka luka mendalam bagi Annie dan keluarganya, yang mulai mengalami fenomena aneh yang sulit dijelaskan secara logis. Kejadian-kejadian mengerikan tersebut perlahan mengarah pada rahasia keluarga yang selama ini disembunyikan.

Rahasia itu bukan sekadar sejarah gelap, melainkan keterkaitan langsung dengan sekte yang telah menyiapkan takdir mengerikan untuk keturunannya. Di tengah upaya bertahan, keluarga ini justru terseret lebih dalam ke pusaran kekuatan iblis yang tak terelakkan.

INCANTATION (2022)

Li Ronan dihantui oleh kesalahan fatal enam tahun lalu, ketika ia secara tak sengaja melanggar tabu dalam sebuah kepercayaan lokal. Sejak itu, hidupnya berubah total, dan kini, kutukan tersebut mulai mengancam nyawa putrinya sendiri.

Ronan berusaha mencari cara membalikkan kutukan yang telah melekat padanya, namun jejak-jejak sekte misterius yang terlibat semakin sulit untuk dihapus. Teror terus meningkat ketika realitas dan hal gaib mulai menyatu, dan Ronan tak lagi yakin mana yang nyata dan yang bukan.

Review Komang (2025): Cerita Cinta Penuh Perjuangan dengan Alur Membingungkan

Poster film Komang yang diperankan oleh Aurora Ribero, Sumber :Rakyat Sulbar

Sinopsis

Siapa yang tidak tahu lagu komang yang beberapa tahun lalu diputar dimana mana dan dinyanyikan oleh Raim Laode.

Pada tahun 2025 ini Film dengan judul yang sama sudah rilis di bioskop. Film ini bercerita mengengai kisah cinta Raim Laode dengan Komang Ade yang sekarang sudah menjadi istrinya.

Perjalanan cinta mereka menjadi fokus dalam film ini termasuk dengan rintangan yang harus mereka berdua hadapi karena adanya perbedaan budaya dan agama.

Duet aktor muda Kiesha Alvaro yang berperan sebagai Raim Laode dan Aurora Ribero sebagai Komang Ade menjadi hal yang patut ditunggu tunggu.

Selain kedua aktor tersebut terdapat pemeran lain seperti Cut Mini, Arie Kriting, Matias Muchus, Ayu Laksmi dan masih banyak lagi. Jika kalian penasaran dengan tantangan apa yang akan mereka hadapi kalian bisa menyaksikan di bioskop terdekat.

Sosok di balik lagu Komang dan Film Komang ini memulai karirnya di dunia Stand Up Comedy yang berasal dari komunitas daerahnya.

Sedangkan Raim meluncur di dunia musik pada tahun 2018 dengan merilis lagu berjudul Cemburu. Selanjutnya dia lebih dikenal lagi di dunia musik dengan lagu Komang yang memang hingga sekarang menjadi lagunya yang paling terkenal dengan diputar 152 juta lebih di platform Youtube.

Bisa dikatakan film ini seperti film romansa pada umumnya dimana terdapat rintangan yang harus dihadapi pasangan.

Hal yang membuat film ini berbeda adalah kisah personal yang membuat film ini memiliki sudut pandang yang sedikit berbeda daripada kisah romansa pada umumnya.

Memang kisah yang film ini angkat adalah kisah pribadi yang dialami oleh Raim Laode dan Komang Ade dalam memperjuangkan hubungan mereka, selain itu film ini berhasil dalam menyampaikan dua sudut pandang baik dari Raim dan juga Komang.

Sayangnya dari tengah hingga akhir film terlihat apa yang terjadi di hubungan mereka tidak diceritakan dengan baik, kita hanya bisa menyimpulkan mereka hanya putus sementara.

Masalahnya ketika mereka berdua bertemu mereka kembali dekat seperti biasa dan seolah olah tidak ada yang terjadi.

Padahal saat itu keduanya sedang menjalani hubungan LDR dan kita tidak bisa mengetahui apa yang terjadi dengan mereka.

Salah satu kekurangan adalah timeline waktu yang kurang jelas berapa lama mereka berpacaran sehingga yang terlihat mereka seperti berpacaran sebentar saja.

Kelebihan dari film ini adalah akting dari semua pemeran yang bisa menyatu dengan cerita. Selain itu yang perlu sangat dipuji adalah akting dari Kiesha alvaro sebagai Raim Laode yang terlihat sangat luwes.

Akting keren dari dari Kiesha sebenarnya sudah bisa terlihat dari trailer film dimana kiesha benar benar terlihat menjadi seperti Raim Laode.

Bagian ending dari film ini juga termasuk berhasil membuat orang yang menonton menjadi berkesan.

Bisa diambil kesimpulan film ini sangat berhasil dari pemilihan peran yang sangat sesuai dan berhasil menarik perhatian ketika menontonnya.

5 Hal Patut Diketahui dari Pabrik Gula, Bagian SimpleMan Universe

Film Pabrik Gula menjadi kelanjutan kisah horor SimpleMan yang diangkat MD Pictures ke layar lebar.

Film Pabrik Gula resmi dirilis di bioskop Indonesia mulai 31 Maret 2025. Film ini menjadi kelanjutan kisah horor SimpleMan yang diangkat MD Pictures ke layar lebar.
Pabrik Gula mengisahkan serangkaian kejadian horor dan mengancam nyawa yang diterima sekelompok pekerja musiman menjelang musim panen dan penggilingan tebu.

Dalam kisah film ini, sekumpulan kejadian horor tersebut muncul karena ada pantangan yang dilanggar oleh sejumlah pihak yang membuat murka para penghuni gaib pabrik gula itu.

Berbagai upaya dilakukan oleh pihak pabrik guna menenangkan para penghuni gaib, apalagi momennya menjelang penggilingan tebu yang penting bagi kelangsungan bisnis.

Sedangkan di jajaran kursi pemain, Arbani Yasiz yang sebelumnya bermain dalam Thaghut (2024), dan Ancika (2024) kembali digaet MD Pictures sebagai pemeran utama film ini.

Kemudian ada juga Ersya Aurelia, Erika Carlina, Bukie B. Mansyur, Wavi Zihan, Benidictus Siregar, Arif Alfiansyah, Azela Putri, Vonny Anggraini, dan Budi Ros.

Berikut 5 hal yang patut diketahui dari Pabrik Gula.

1. Dari kisah SimpleMan
Pabrik Gula diangkat dari kisah horor viral dari thread akun media sosial bernama SimpleMan. SimpleMan sendiri mengunggah kisah bertema pabrik gula pada 2019 dalam empat thread panjang.

Karena kisahnya yang panjang, untuk versi film, kisahnya kemudian diadaptasi menjadi lebih ringkas. Meski begitu, ada sejumlah karakter yang tetap dipertahankan untuk versi film di antaranya keberadaan Hendra, Endah, dan sejumlah dedemit yang muncul.

2. Punya referensi di dunia nyata
Untuk memastikan cerita film Pabrik Gula dari kisah nyata terbilang sulit, karena kisah film ini dibuat secara fiksi dan adaptasi dari cerita yang dituturkan di media sosial.

Namun ada sejumlah hal yang disinggung dalam film ini memang menjadi bagian dari budaya masyarakat sekitar pabrik gula di Indonesia, salah satunya adalah manten tebu.

Tradisi manten atau pengantin tebu adalah salah satu tradisi yang wajib dilaksanakan oleh masyarakat pabrik gula di Jawa, salah satunya di Jawa Timur, setiap waktu buka giling.

3. Jam kuning dan jam merah
MD Pictures selaku studio merilis Pabrik Gula dalam dua versi, yakni versi umum yang kemudian disebut Jam Kuning, dan versi uncut yang kemudian disebut Jam Malam.
Pemilihan nama tersebut mengacu pada bagian cerita dari film yang naskahnya ditulis oleh Lele Laila dan digarap oleh Awi Suryadi ini.

Pabrik Gula versi cut atau 17+ tayang di bioskop pada jam tayang siang atau sore yang kemudian disebut Jam Kuning, sementara Pabrik Gula Uncut atau 21+ tayang di bioskop pada jam tayang malam atau terakhir dan disebut Jam Merah.

4. Dari kreator KKN Di Desa Penari
Pabrik Gula kali ini digarap oleh kreator film KKN Di Desa Penari, yakni penulis Lele Laila dan sutradara Awi Suryadi. Lele Laila juga menulis Badarawuhi Di Desa Penari (2024), sehingga Pabrik Gula menjadi film ketiga dari kisah SimpleMan yang ditulis oleh Lele.

Sementara itu, Pabrik Gula adalah film SimpleMan kedua yang diarahkan oleh Awi Suryadi. Setelah KKN Di Desa Penari (2022), Awi disibukkan dengan sejumlah proyek horor MD Pictures lainnya seperti Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul (2023), dan Perewangan (2024), dan Sebelum 7 Hari (2025).

5. Film kelima dari SimpleMan Universe

Pabrik Gula merupakan film kelima dari proyek SimpleMan Universe yang digagas MD Pictures berdasarkan kisah horor thread SimpleMan.

Semesta ini dibuka dengan KKN Di Desa Penari pada 2022, berlanjut ke Sewu Dino pada 2023, lalu Badarawuhi Di Desa Penari pada 2024, dan Sorop pada 2024.

Setelah Pabrik Gula yang tayang pada saat Lebaran 2025, MD Pictures sudah menyiapkan film keenam saga ini yang bertajuk Janur Ireng.

Pabrik Gula kali ini juga disiapkan spesial oleh Awi Suryadi dan Lele Laila, yakni memiliki after credit scene pada bagian akhir.

Elizabeth Olsen Klaim Tak Bintangi Avengers: Doomsday dan Secret Wars

Elizabeth Olsen mengklaim dirinya tak akan ikut membintangi Avengers: Doomsday dan Avengers: Secret Wars.

Elizabeth Olsen memastikan dirinya tak ikut membintangi Avengers: Doomsday dan Avengers: Secret Wars yang akan menjalani syuting di London, Inggris, dalam waktu dekat.
Pemeran Scarlet Witch itu mengungkap nasibnya di dua proyek terbaru Avengers dalam wawancara The Hollywood Reporter. Ia yang baru selesai syuting film Panic Carefully di London itu mengaku segera kembali ke Amerika Serikat untuk syuting proyek lainnya.

“Tidak, saya kembali [ke Amerika Serikat]. Saya baru selesai syuting [Panic Carefully]. Saya berlanjut untuk syuting episode pilot untuk proyek FX [Seven Sisters],” ungkap Elizabeth Olsen, Senin (24/3).

Meski telah membantah, keterlibatan Olsen di Doomsday maupun Secret Wars belum sepenuhnya tertutup. Ia masih berpotensi tampil kembali dan berusaha menutupi keterlibatannya dalam bagian penutup The Multiverse Saga.

Hal itu dapat terjadi karena syuting Avengers: Doomsday akan berjalan sepanjang 2025. Di sisi lain, Olsen hanya syuting untuk episode pilot Seven Sisters karena serial itu belum mendapat lampu hijau untuk diproduksi.

Kemunculannya di film itu berakhir dengan Scarlet Witch sadar atas kesalahannya, lalu mengorbankan diri dengan menghancurkan semua salinan Darkhold di seluruh Multiverse. Ia kemudian menghancurkan Gunung Wundagore dan ikut jatuh bersama reruntuhannya.

Meski Scarlet Witch terlihat sudah mati dalam ending Doctor Strange 2, ia masih berpotensi kembali dengan berbagai skenario, seperti varian Scarlet Witch dari semesta lain karena MCU berada dalam era Multiverse Saga.

Marvel Studios sejauh ini telah mengonfirmasi sejumlah nama yang bergabung dalam Avengers: Doomsday, seperti Robert Downey Jr. dan Chris Evans.

RDJ akan menjadi villain utama bernama Doctor Doom, sementara peran Chris Evans hingga kini masih rahasia. Empat anggota Fantastic Four yang dibintangi Pedro Pascal, Vanessa Kirby, Joseph Quinn, dan Ebon Moss-Bachrach juga akan bergabung dalam film tersebut.

Fantastic Four juga menjadi grup superhero pertama yang dipastikan muncul di Avengers: Secret Wars. Sementara itu, belum ada kabar terkait bintang lain yang bergabung di puncak The Multiverse Saga tersebut.

Sedangkan, Joe dan Anthony Russo alias Russo Brothers telah ditunjuk menjadi sutradara untuk Avengers: Doomsday dan Avengers: Secret Wars.

Mereka kembali direkrut setelah diumumkan oleh Presiden Kevin Feige ketika mengisi panggung San Diego Comic Con (SDCC) pada Juli 2024.

Review Film: No Other Land

Review No Other Land: Kamera dan handphone jadi senjata, merangkai rekaman video untuk mengungkap realita penjajahan terhadap warga Tepi Barat, Palestina.

Berbagai video yang menggambarkan penjajahan Israel atas Palestina di media sosial dalam beberapa tahun terakhir sudah menyayat hati. Namun No Other Land membuat rasa nelangsa semakin menjadi.
Dokumenter 95 menit peraih Best Documentary Feature Film Piala Oscar 2025 ini memang bukan berlatar agresi biadab Israel ke Jalur Gaza sejak Oktober 2023, tetapi jauh lebih lama dari itu.

No Other Land adalah secuplik kenangan penuh darah, tangis air mata, hingga nestapa tak bertepi dari seorang pemuda Palestina yang terabadikan dalam gambar bergerak sejak ia kecil.

Basel Adra adalah nama pemuda itu.

Basel Adra dan Hamdan Ballal yang merupakan jurnalis asal Palestina bekerja sama dengan jurnalis dari negara ‘penjajah’ mereka, Israel, yakni Yuval Abraham dan Rachel Szor, dalam menggarap film ini.

Selayaknya pemuda Palestina lainnya, Basel juga melawan tentara Israel untuk pergi dari kampung tanah air mereka. Namun bedanya, Basel Adra angkat kamera dan ponsel seadanya sebagai senjata.

Adra dan keluarganya sudah sejak lama dan terbiasa merekam kejadian penggusuran hingga kekerasan yang terjadi di lingkungannya karena keputusan Pemerintah Israel.

Bagi keluarga Adra, rekaman video dan foto adalah bukti autentik kepada dunia atas penjajahan yang dilakukan oleh Israel sejak puluhan tahun lalu, dan semakin menggila dalam beberapa tahun terakhir.

Rekaman video dan foto tanpa rekayasa teknologi canggih macam AI itu sudah merekam sejak Adra kecil. Bahkan, video itu juga merekam perjalanan ayah Adra yang berulang kali ditahan oleh tentara Israel.

Namun rekaman yang dikhususkan untuk dokumenter ini digarap antara 2019 hingga 2023 di Masafer Yatta, Tepi Barat, dan tuntas pada Oktober 2023, bulan yang sama saat Perang Gaza meletus.

Penggusuran tentara Israel terhadap warga desa, perusakan pada satu-satunya sekolah dasar di desa, hingga perusakan ke sumber air yang dimiliki warga Palestina menjadi sajian dokumenter ini.

Bahkan, aksi penembakan terhadap salah satu tetangga Adra oleh tentara Israel tertangkap dengan jelas dalam dokumenter ini. Tanpa rekayasa, tanpa setting-an.

Karena diambil dengan sejujur dan seapa-adanya, maka jangan harap ada sinematografi indah atau tata suara megah. Semua gambar aksi genosida dan penjajahan Israel atas warga Palestina ini berbicara dengan sendirinya.

Maka dari itu, No Other Land tak memberikan tempat lain bagi penonton untuk pergi dan kabur dari berbagai kejadian yang meremas rasa kemanusiaan.

Meski tak ada beauty shoot atau pengambilan gambar kamera yang proper, bahkan beberapa shoot terlihat amatir, seluruh visual dokumenter ini tak membosankan karena ketegangan kisahnya sudah bercerita sendiri tanpa perlu banyak narasi.

Penonton seperti diajak langsung ke medan perang, berhadapan dengan tentara Israel, serta ikut berunjuk rasa dengan warga desa memprotes kejahatan-kejahatan penjajah.

Tak banyak narasi dalam dokumenter ini selain dari suara Adra yang menjelaskan peristiwa yang sudah terjadi. Adra dan Abraham bukan hanya bertugas sebagai sutradara dalam film ini, tetapi juga tokoh utama di dalamnya.

Basel menampilkan perjuangannya membela tanah air kelahirannya, membantu warga setempat berunjuk rasa dan menyuarakan penderitaannya, hingga menyuarakan kondisi di daerahnya dengan mengunggah video di media sosial.

Sementara Abraham menunjukkan keberpihakannya pada Palestina dengan terus menulis soal situasi di Masafer Yatta untuk media tempat ia bekerja. Namun sayang, tak banyak artikelnya yang dibaca orang.

Percakapan antara Basel dengan Abraham menjadi hal yang sentimental bagi saya. Obrolan dua pemuda dengan nasib berbeda tapi punya kegelisahan yang sama, yakni pendudukan militer Israel di Palestina harus dihentikan.

Abraham juga menjadi pendengar yang baik saat Basel meluapkan segala emosinya hingga cita-cita yang masih ada dalam benak pemuda Palestina tersebut.

Meski begitu, dokumenter ini juga menampilkan keberadaan Yuval Abraham yang dipandang sebagai ancaman oleh warga Masafer Yatta. Apalagi kalau bukan karena latar belakang Abraham yang berasal dari negara penjajah.

No Other Land memang tak memiliki tata suara yang apik, tetapi suara alami yang datang dari tembakan, ratapan, tangisan, hingga kerusuhan sudah cukup untuk menguras emosi penonton.

Tak butuh efek CGI bagi No Other Land untuk menunjukkan seberapa biadab Israel menindas warga Palestina. Film ini hanya ingin menjadi penyiar dan penyadar warga dunia, terutama para pemimpin, untuk segera bergerak menghentikan tindakan penjajahan yang sudah ada puluhan tahun ini.

Kemenangan No Other Land di Academy Award ke-97 juga sebenarnya berhasil mengenalkan dokumenter ini ke penjuru dunia, lantaran cukup sulit karya yang menceritakan realitas di Palestina mendapatkan pengakuan di ajang internasional.

Seperti yang dikatakan Basel Adra dengan menyentuh saat memegang Piala Oscar di atas podium pada 2 Maret 2025, bahwa kenyataannya hingga saat ini warga Palestina masih ditindas oleh Israel. Yuval Abraham juga menyinggung Amerika Serikat yang belum punya langkah nyata menghentikan serangan Israel.

Dokumenter ini masih tayang terbatas di beberapa negara walau mestinya punya eksposur yang lebih luas selain daripada keliling di berbagai festival film dunia.

Saya berharap, di bulan Ramadan ini, No Other Land dan berbagai dokumentasi lainnya dari tanah Palestina akan mampu membuka lebih lapang simpati, empati, dan aksi nyata warga dunia untuk membantu membebaskan Palestina dari Israel.

Review Film The Proposal 2009 Romantis Lucu dan Menghangatkan Hati

Sumber : Galileo

Jika Anda mencari film romantis komedi yang menghibur dan penuh dengan momen mengharukan The Proposal adalah pilihan yang tepat Dibintangi oleh Sandra Bullock dan Ryan Reynolds film ini menawarkan chemistry yang kuat dialog yang cerdas dan plot yang meskipun klise tetap menyenangkan untuk diikuti Berikut adalah ulasan lengkapnya

Sinopsis Singkat

Margaret Tate Sandra Bullock adalah seorang editor eksekutif yang tegas dan ditakuti di sebuah perusahaan penerbitan di New York Ketika dia terancam dideportasi ke Kanada karena masalah visa Margaret memaksa asistennya Andrew Paxton Ryan Reynolds untuk menikahinya agar bisa tetap tinggal di Amerika Serikat Andrew yang awalnya enggan akhirnya setuju dengan syarat Margaret memenuhi beberapa permintaannya termasuk mengunjungi keluarganya di Alaska Di sana hubungan mereka yang awalnya hanya pura pura mulai berkembang menjadi sesuatu yang lebih serius

Hal Hal yang Menonjol dari Film Ini

1 Chemistry Sandra Bullock dan Ryan Reynolds

Chemistry antara Sandra Bullock dan Ryan Reynolds adalah salah satu daya tarik utama film ini Keduanya berhasil menciptakan dinamika yang lucu mengharukan dan penuh percikan Adegan adegan mereka bersama baik yang romantis maupun komedi terasa alami dan menyenangkan untuk ditonton

2 Komedi yang Menghibur

The Proposal dipenuhi dengan adegan adegan lucu yang berhasil membuat penonton tertawa Salah satu adegan yang paling diingat adalah ketika Margaret dan Andrew secara tidak sengaja bertabrakan dalam keadaan setengah telanjang Adegan ini menjadi salah satu momen paling ikonik dalam film

3 Elemen Romantis yang Manis

Meskipun plotnya terbilang klise hubungan pura pura yang berubah menjadi cinta nyata film ini berhasil menyajikan momen momen romantis yang manis dan mengharukan Perkembangan hubungan Margaret dan Andrew terasa alami dan kita sebagai penonton bisa merasakan ketegangan dan kehangatan di antara mereka.

Kekurangan Film

Plot yang Terlalu Klise Meskipun menghibur plot film ini terbilang cukup predictable Jika Anda mencari sesuatu yang benar benar baru mungkin film ini tidak akan memenuhi ekspektasi
Karakter yang Terlalu Stereotip Beberapa karakter seperti keluarga Andrew terkesan terlalu stereotip dan kurang berkembang
Pesan dan Makna

The Proposal tidak hanya sekadar film romantis komedi tetapi juga menyampaikan pesan tentang pentingnya keluarga kejujuran dan menemukan cinta di tempat yang tidak terduga Film ini mengajarkan kita bahwa terkadang cinta bisa datang dari hubungan yang awalnya hanya pura pura

Rating

Kualitas Akting 9/10
Alur Cerita 7/10
Komedi 8/10
Romantis 8/10
Overall 8/10

Dari Film The New Rulers of the Word, Globalisasi dan Perbudakan Modern: Ketimpangan Sosial di Balik Kemewahan Merek Global

Film dokumenter ini dengan tajam mengupas dampak globalisasi di Indonesia, menunjukkan bagaimana kesenjangan sosial dan ekonomi semakin melebar akibat praktik ekonomi yang eksploitatif. Globalisasi, yang awalnya dianggap sebagai jembatan menuju kemajuan, justru menjadi alat bagi korporasi besar untuk memperkaya diri dengan mengorbankan masyarakat kelas bawah. Film ini menggambarkan bagaimana perusahaan multinasional menguasai sumber daya negara, sementara rakyatnya tetap terperosok dalam kemiskinan. Dengan mengambil Indonesia sebagai studi kasus, film ini menghubungkan sejarah imperialisme dengan realitas ekonomi modern, menunjukkan bahwa meskipun zaman telah berubah, pola eksploitasi tetap berlangsung dengan wajah yang berbeda.

Indonesia telah lama menjadi target eksploitasi karena kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah. Sejak zaman kolonial, bangsa ini telah menjadi sasaran penjarahan oleh kekuatan asing. Kini, dalam era globalisasi, eksploitasi tersebut masih berlanjut dalam bentuk yang lebih terselubung dan sistematis. Perusahaan-perusahaan multinasional datang dengan janji investasi dan pembangunan, tetapi pada kenyataannya, mereka mengeruk keuntungan besar sambil meninggalkan masyarakat dalam kesulitan. Peningkatan kesejahteraan dan pembukaan lapangan kerja yang sering mereka janjikan, pada akhirnya, lebih banyak menguntungkan segelintir elite, baik di dalam maupun di luar negeri.

Salah satu sektor yang paling terdampak adalah industri manufaktur. Banyak pabrik di Indonesia yang memproduksi barang untuk merek-merek ternama dunia, tetapi kondisi kerja di dalamnya sangat memprihatinkan. Para pekerja sering kali diperlakukan layaknya budak modern. Mereka dihadapkan pada upah rendah, jam kerja panjang, dan tekanan tinggi, tanpa perlindungan tenaga kerja yang layak. Banyak dari mereka tidak memiliki pilihan selain menerima kondisi tersebut karena biaya hidup yang semakin tinggi. Upah yang mereka dapatkan bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Perusahaan multinasional juga kerap menggunakan sistem outsourcing untuk menghindari tanggung jawab mereka terhadap kesejahteraan pekerja, membuat buruh tidak memiliki akses terhadap tunjangan kesehatan, jaminan hari tua, atau hak-hak dasar lainnya.

Film dokumenter ini dengan tajam mengupas dampak globalisasi di Indonesia, menunjukkan bagaimana kesenjangan sosial dan ekonomi semakin melebar akibat praktik ekonomi yang eksploitatif. Globalisasi, yang awalnya dianggap sebagai jembatan menuju kemajuan, justru menjadi alat bagi korporasi besar untuk memperkaya diri dengan mengorbankan masyarakat kelas bawah. Film ini menggambarkan bagaimana perusahaan multinasional menguasai sumber daya negara, sementara rakyatnya tetap terperosok dalam kemiskinan. Dengan mengambil Indonesia sebagai studi kasus, film ini menghubungkan sejarah imperialisme dengan realitas ekonomi modern, menunjukkan bahwa meskipun zaman telah berubah, pola eksploitasi tetap berlangsung dengan wajah yang berbeda.

Indonesia telah lama menjadi target eksploitasi karena kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah. Sejak zaman kolonial, bangsa ini telah menjadi sasaran penjarahan oleh kekuatan asing. Kini, dalam era globalisasi, eksploitasi tersebut masih berlanjut dalam bentuk yang lebih terselubung dan sistematis. Perusahaan-perusahaan multinasional datang dengan janji investasi dan pembangunan, tetapi pada kenyataannya, mereka mengeruk keuntungan besar sambil meninggalkan masyarakat dalam kesulitan. Peningkatan kesejahteraan dan pembukaan lapangan kerja yang sering mereka janjikan, pada akhirnya, lebih banyak menguntungkan segelintir elite, baik di dalam maupun di luar negeri.

Salah satu sektor yang paling terdampak adalah industri manufaktur. Banyak pabrik di Indonesia yang memproduksi barang untuk merek-merek ternama dunia, tetapi kondisi kerja di dalamnya sangat memprihatinkan. Para pekerja sering kali diperlakukan layaknya budak modern. Mereka dihadapkan pada upah rendah, jam kerja panjang, dan tekanan tinggi, tanpa perlindungan tenaga kerja yang layak. Banyak dari mereka tidak memiliki pilihan selain menerima kondisi tersebut karena biaya hidup yang semakin tinggi. Upah yang mereka dapatkan bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Perusahaan multinasional juga kerap menggunakan sistem outsourcing untuk menghindari tanggung jawab mereka terhadap kesejahteraan pekerja, membuat buruh tidak memiliki akses terhadap tunjangan kesehatan, jaminan hari tua, atau hak-hak dasar lainnya.

Selain aksi protes, ada pula upaya masyarakat untuk membangun sistem ekonomi alternatif yang lebih adil. Beberapa komunitas mulai mengembangkan koperasi dan usaha berbasis komunitas sebagai cara untuk melawan dominasi perusahaan besar. Gerakan petani misalnya, mulai kembali ke sistem pertanian tradisional yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, menolak penggunaan benih hasil rekayasa genetika yang dikendalikan oleh korporasi asing. Selain itu, pengrajin lokal mulai memasarkan produk mereka secara langsung ke konsumen tanpa melalui perantara perusahaan besar, sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih layak. Ini menunjukkan bahwa ada cara lain untuk bertahan di tengah gempuran globalisasi tanpa harus tunduk pada eksploitasi kapitalisme global.

Pada akhirnya, film ini tidak hanya menjadi kritik terhadap globalisasi, tetapi juga sebuah ajakan untuk berpikir lebih kritis mengenai dampaknya terhadap masyarakat. Globalisasi seharusnya tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi juga membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah bagaimana menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkeadilan, di mana sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, bukan hanya untuk memperkaya segelintir elite. Masyarakat perlu mengambil langkah aktif untuk melawan ketidakadilan ini, baik melalui gerakan sosial, kebijakan ekonomi alternatif, maupun dengan mendukung produk dan usaha lokal.

Dengan menyajikan berbagai realitas pahit yang terjadi di Indonesia, film ini mengajak penonton untuk merenungkan kembali makna globalisasi dan implikasinya bagi kehidupan sehari-hari. Apakah globalisasi benar-benar membawa kemajuan, atau justru semakin memperparah ketimpangan sosial? Apakah masyarakat bisa merebut kembali kendali atas ekonomi mereka, atau akan terus terjebak dalam sistem yang tidak berpihak kepada mereka? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini tidaklah sederhana, tetapi yang pasti, perubahan hanya bisa terjadi jika ada kesadaran dan aksi kolektif dari seluruh elemen masyarakat. Film ini menjadi pengingat bahwa di tengah ketidakadilan yang terjadi, masih ada harapan untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.

Sinopsis Adolescence, Resah Keluarga di Tengah Dugaan Kriminal Remaja

Sinopsis Adolescence tentang kehidupan keluarga berubah 180 derajat ketika anak bungsu mereka jadi tersangka kasus pembunuhan.

Adolescence adalah serial televisi terbatas kriminal terbaru dari Inggris yang disutradarai Philip Barantini (Boiling Point) dari naskah yang ditulis Graham dan Jack Thorne (The Swimmers, Joy).
Serial ini mengisahkan kehidupan satu keluarga yang berubah 180 derajat ketika anak bungsu mereka mendadak menjadi tersangka kasus pembunuhan teman sekolahnya.

Berikut sinopsis Adolescence.
Semua bermula pada suatu pagi ketika DI Luke Bascombe (Ashley Walters) mendapatkan laporan untuk menangkap seseorang terduga pelaku pembunuhan. Ia datang bersama sekelompok polisi lainnya ke rumah terduga pembunuh itu.

Sekitar pukul 6.00 pagi, mereka mendobrak masuk rumah keluarga Miller. Bascombe dan tim besarnya ternyata hendak menangkap Jamie Edward Miller (Owen Cooper), remaja berusia 13 tahun yang diduga membunuh teman sekolahnya.

Jamie diduga membunuh seseorang usai menikamnya berulang kali dengan pisau dapur pada malam sebelumnya sekitar pukul 22.13 waktu setempat. 

Orang tua Jamie, Eddie (Stephen Graham) dan Manda (Christine Tremarco), berusaha meyakinkan polisi bahwa anak laki-laki mereka tidak bersalah.

Namun, Bascombe menyatakan mereka malah bisa digugat balik dengan tuduhan menghalangi proses hukum. Sehingga, orang tua Jamie pun membuka ruang dan membuat pihak berwenang membawa anak mereka ke kantor polisi.

Di kantor polisi, Jamie terus menerus menangis mengaku tidak bersalah saat diproses dan dibawa ke sel tahanan sementara keluarganya tiba di kantor polisi.

Eddie setuju menjadi pendamping bagi Jamie dan menemaninya saat ia digeledah, dicek kondisi kesehatannya, dan diinterogasi. Hal tersebut pun sesuai dengan keinginan anak bungsunya tersebut.

Berdasarkan pengecekan kondisi kesehatan awal, Jamie dinilai sehat secara fisik dan juga mental. Tim medis yang memeriksa menilai Jamie adalah bright kid. 

Setelah proses administrasi, Bascombe dan DS Misha Frank (Faye Marsay) mulai menginterogasi Jamie. Topik pembicaraan segera beralih ke hubungan seksual Jamie, di mana terungkap anak laki-laki itu membuat beberapa komentar eksplisit seksual tentang model perempuan.

Jamie kemudian diinterogasi lebih lanjut mengenai seorang remaja perempuan bernama Katie Leonard yang ditikam sampai mati.

Eddie langsung membela Jamie saat interogasi, namun Bascombe malah menunjukkan video yang membuat orang tua remaja tersebut tercengang.

Adolescence memiliki empat episode yang tiap episodenya berdurasi 51-65 menit. Adolescence tayang 13 Maret dan bisa ditonton di Netflix.