Lagu Komang Karya Raim Laode Kembali Viral Setelah Diangkat Jadi Film

(( Foto: Poster Film Bioskop

Beberapa tahun yang lalu, saya pertama kali mendengarkan lagu “Komang” secara tidak sengaja lewat sebuah video singkat di media sosial. Seketika saya terpaku. Lagu itu sederhana, jujur, namun begitu menyentuh. Melodi yang lembut dan lirik yang dalam membuatnya terasa sangat personal, seolah Raim Laode sedang berbicara langsung kepada orang yang paling ia cintai. Tak heran jika lagu ini kemudian menjadi viral dan sangat dicintai banyak orang.

Namun, siapa sangka, setelah sempat meredup dari perbincangan publik, “Komang” kembali mencuri perhatian. Bukan karena Raim Laode merilis versi baru atau tampil di ajang musik besar, melainkan karena lagu ini diangkat menjadi film layar lebar. Ya, sebuah lagu yang berdurasi hanya beberapa menit, kini menjelma menjadi sebuah karya sinematik berdurasi penuh, yang tayang di bioskop seluruh Indonesia.

Bagi saya pribadi, “Komang” bukan hanya lagu tentang cinta, tapi juga tentang ketulusan dan penerimaan. Raim menulis lagu ini untuk istrinya, Komang Ade Widiandari, dan di setiap bait liriknya, kita bisa merasakan kekaguman yang mendalam, rasa syukur, dan cinta yang nyaris tak bisa diungkapkan dengan kata-kata biasa. Lirik seperti “Dialah cahaya di mataku, dialah denyut di jantungku” bukan sekadar puitis, tapi terasa tulus dan nyata.

Lagu ini seolah merayakan kehadiran seseorang yang mengubah seluruh hidup seseorang lainnya. Tidak dramatis, tidak berlebihan, justru itulah kekuatannya. Dan rupanya, kekuatan itulah yang mendorong lahirnya sebuah film dengan judul yang sama.

Film “Komang” bukan sekadar adaptasi bebas dari lagu tersebut, tapi merupakan visualisasi langsung dari kisah cinta yang melatarbelakangi terciptanya lagu itu. Saya cukup terkejut ketika tahu bahwa film ini benar-benar menceritakan perjalanan Raim dan Komang dari awal pertemuan mereka di Baubau, Sulawesi Tenggara, hingga akhirnya bersatu sebagai suami istri. Kisah nyata yang difilmkan ini tidak dibuat-buat atau dibumbui secara berlebihan, tapi disampaikan dengan pendekatan yang sangat manusiawi dan menyentuh.

Dalam film ini, kita diajak menyelami perjuangan dua insan yang berasal dari latar belakang berbeda—Raim dari Buton, yang tumbuh dalam budaya Bugis, sementara Komang berasal dari keluarga Bali yang sangat menjunjung tinggi adat dan tradisi. Perbedaan ini bukan hanya budaya, tapi juga agama. Dan seperti banyak kisah nyata di negeri ini, perbedaan itu menjadi tantangan utama yang harus mereka lewati bersama.

Film ini tidak menawarkan kisah cinta ala dongeng yang mulus dan penuh romansa indah. Justru yang saya temukan adalah realitas hubungan: adanya keraguan, perdebatan, ketakutan akan penolakan orang tua, serta ketidakpastian masa depan. Namun, di tengah semua itu, ada cinta yang terus bertahan dan tidak menyerah.

Yang menarik bagi saya adalah bagaimana film ini tidak menjadikan perbedaan agama sebagai konflik yang disudutkan atau diperdebatkan secara frontal. Sebaliknya, perbedaan itu dipandang sebagai bagian dari kehidupan yang harus dihadapi dengan kepala dingin, hati terbuka, dan tekad yang kuat.

Sebagai penonton, saya merasakan bagaimana lirik lagu “Komang” diterjemahkan dengan sangat indah ke dalam gambar-gambar yang kuat dan penuh emosi. Setiap adegan seolah menjadi perpanjangan dari lirik lagu tersebut—ada momen di mana keheningan lebih menyampaikan makna ketimbang dialog panjang. Pemandangan laut di Baubau, senyum malu Komang, tatapan dalam Raim—semuanya terasa seperti puisi yang bergerak.

Film ini juga tidak berusaha menjadi terlalu besar atau terlalu sinematik. Justru kesederhanaannya adalah kekuatannya. Seperti lagu “Komang” itu sendiri, film ini mengandalkan rasa, bukan efek besar-besaran. Dan itulah yang membuatnya begitu mengena.

DASIM: Ketika Jin Perselingkuhan Cuma Bikin Ngantuk, Bukan Merinding

Sumber Gambar: https://www.imdb.com/title/tt34188079/

Gue kira awalnya DASIM bakal jadi gebrakan baru dalam dunia horor Indonesia—perpaduan antara misteri rumah tangga dan gangguan jin. Tapi ternyata, alih-alih bikin gue merinding sampai gak bisa tidur, film ini malah kayak tontonan menjelang tidur siang hari Minggu. Tenang, pelan, dan… sayangnya, terlalu biasa.

Film ini buka dengan konflik klasik pasangan muda yang baru menikah. Kehidupan rumah tangga yang manis mulai retak karena kehadiran ‘pihak ketiga’. Tapi bukan orang—melainkan sosok tak kasat mata bernama Jin Dasim, yang konon memang spesialis ngacak-ngacak rumah tangga manusia.

Dari awal, vibes-nya lumayan menjanjikan. Misteri kecil diselipkan lewat suara-suara aneh, perasaan diawasi, sampai keretakan emosi antar pasangan yang makin memburuk. Tapi begitu masuk ke tengah cerita, ritmenya mulai datar. Drama pernikahan yang sebenarnya bisa emosional, malah disajikan kayak sinetron sore yang kehabisan tenaga. Intensitas horornya pun kayak males naik level—teror dari jin Dasim yang harusnya bikin penonton sesak napas, malah terasa bisa dihitung jari.

Secara teknis, DASIM nggak sepenuhnya buruk. Gue akui, ada beberapa momen jump scare yang lumayan efektif. Tapi ya, cuma “lumayan”. Penampakan Jin Dasim—entah itu sosok berjubah hitam, perempuan bergaun merah, atau yang bertanduk—gak meninggalkan kesan mendalam. Visualnya kurang tajam, suasananya kurang mencekam. Apalagi sound design-nya malah kadang ganggu.

Yang lebih bikin nyesek adalah plot twist di akhir film. Harusnya bisa jadi puncak yang ‘nendang’, malah terasa dipaksakan. Scene ruqyah yang mestinya jadi klimaks, justru kayak terburu-buru dan gak punya tenaga. Sayang banget, padahal misteri awalnya sempat bikin penasaran.

Dari sisi cerita, gue juga ngerasa kurang adil. Film ini cuma fokus pada sudut pandang istri yang diganggu, tanpa ngasih ruang untuk memahami sisi suaminya. Padahal, tema horor rumah tangga kayak gini akan lebih menggigit kalau perspektif dua belah pihak dikasih ruang.

DASIM punya potensi—premisnya unik, cast-nya pun gak kalah menarik. Tapi eksekusinya terlalu datar. Drama perselingkuhan yang harusnya menyakitkan, justru gak bikin penonton marah atau sedih. Horornya pun gak cukup ‘horor’. Gua percaya, kalau konsep film ini digarap lebih berani, bisa aja jadi hits. Tapi sayangnya, sekarang cuma bisa bilang: sayang banget sih, ini film keburu ‘dingin’ sebelum sempat panas.Kalau kamu nyari tontonan yang bisa bikin kamu lompat dari kursi karena takut, mungkin DASIM bukan pilihan utama. Tapi kalau kamu lagi pengin nonton drama rumah tangga yang (sedikit) mistis, ya… bolehlah dilirik, walau jangan berharap banyak.

Pabrik Gula Tembus 2 Juta Penonton Kurang dari Sepekan Tayang

Capaian ini sekaligus menempatkan Pabrik Gula sebagai film Indonesia terlaris kedua sementara pada 2025.

Pabrik Gula terus mendominasi layar lebar selama musim libur Lebaran 2025. Film itu bahkan sudah menembus dua juta penonton dalam waktu kurang dari sepekan penayangan.
MD Pictures selaku rumah produksi mengumumkan Pabrik Gula sudah menghasilkan 2.007.740 penonton pada hari keenam tayang di bioskop.

“Hari ke-6 tayang, 2.007.740 orang sudah mendengarkan cerita Rano Karno,” tulis akun resmi media sosial @mcpictures_official, Minggu (6/4).

Angka itu menjadikan Pabrik Gula kian melenggang di puncak film terlaris pada masa libur Lebaran 2025. Film ini masih mencatat ratusan ribu lebih penonton setiap hari, bahkan jumlahnya kian berlipat pada akhir pekan.

MD Pictures juga merilis sebaran penonton Pabrik Gula di jaringan bioskop untuk capaian dua juta penonton film tersebut.

XXI menjadi penyumbang penonton terbesar, yakni 1.150.623 penonton atau 57,42 persen dari angka total penonton Pabrik Gula. CGV mengikuti dengan 409.595 penonton (20,44 persen), diikuti Cinepolis dengan 201.072 penonton (10,04 persen).

Bioskop lainnya, seperti Platinum Cineplex, Rajawali, FLIX, Dakota Cinema, hingga Sam’s Studios, mampu menyumbang 242.450 penonton (12,10 persen).

Capaian ini sekaligus menempatkan Pabrik Gula sebagai film Indonesia terlaris kedua sementara pada 2025. Film itu masih kalah dari Petaka Gunung Gede yang menghasilkan 3,2 juta penonton.

Namun, perolehan Petaka Gunung Gede itu sangat berpotensi dilampaui Pabrik Gula dalam waktu dekat jika tren penonton film terbaru Awi Suryadi tersebut masih tetap menanjak dalam beberapa hari ke depan.

Perolehan ini juga melanjutkan rekor apik film horor adaptasi cerita SimpleMan yang selalu mencatatkan dua juta lebih penonton, meski masih di bawah KKN di Desa Penari (2022) dengan 10 juta penonton dan Badarawuhi di Desa Penari (2024) dengan 4 juta penonton.

Pabrik Gula merupakan film horor yang ditulis oleh Lele Laila berdasarkan kisah horor viral yang dikisahkan akun media sosial yang dikenal sebagai SimpleMan.

Film ini menjadi film ketiga yang ditulis Lele dari kisah SimpleMan, setelah KKN Di Desa Penari (2022) dan Badarawuhi Di Desa Penari (2024). Ia sebelumnya juga menulis Thagut (2024), Siksa Neraka (2023), Sijjin (2023), Qorin (2022), dan Ivanna (2022).

Sementara itu, Awi Suryadi kembali duduk di kursi sutradara Pabrik Gula. Pabrik Gula menjadi kolaborasi kesekian kalinya Awi dengan Lele, dan menjadi film kedua yang digarap Awi dari kisah SimpleMan setelah KKN Di Desa Penari (2022).

Sedangkan di jajaran kursi pemain, Arbani Yasiz yang sebelumnya bermain dalam Thaghut (2024), dan Ancika (2024) kembali digaet MD Pictures sebagai pemeran utama film ini.

Kemudian ada juga Ersya Aurelia, Erika Carlina, Bukie B. Mansyur, Wavi Zihan, Benidictus Siregar, Arif Alfiansyah, Azela Putri, Vonny Anggraini, dan Budi Ros.

Bidaah Diklaim Tembus 1 Miliar Views dalam Sebulan

Viu per 3 April mengumuimkan Bidaah telah mengumpulkan lebih dari 1 miliar views di platform digital dan media sosial.

Serial Malaysia Bidaah viral di media sosial sejak tayang perdana di layanan streaming pada 6 Maret. Serial tentang pimpinan sekte dan praktik-praktik mencurigakan itu diklaim cetak rekor di Malaysia dan Indonesia.
Viu sebagai layanan streaming yang menayangkan serial tersebut mengumumkan per 3 April Bidaah telah mengumpulkan lebih dari 1 miliar views di platform digital mereka sekaligus media sosial.

“Dengan lebih dari 1 miliar penayangan di platform digital dan media sosial, Bidaah terus menjadi drama nomor 1 di Malaysia & Indonesia,” VIU Malaysia mengumumkan pencapaian tersebut.

Views itu juga diperoleh sebelum mereka menayangkan tiga episode terakhir pada pekan lalu. Episode 15 sekaligus menjadi akhir kisah Bidaah sudah tayang pada 5 April.

Bidaah mengisahkan seorang perempuan muda bernama Baiduri (Riena Diana) yang dipaksa ibunya untuk masuk perkumpulan bernama Jihad Ummah.

Jihad Ummah adalah sekte agama yang dipimpin laki-laki bernama Walid Muhammad Mahdi Ilman (Faizal Hussein). Ia membuat sekte itu dengan mengaku sebagai Imam Mahdi, juru selamat umat muslim pada akhir zaman.

Seiring waktu berjalan, Baiduri menyadari berbagai praktik menyimpang Walid dan Jihad Ummah. Sebut saja pernikahan paksa, kepatuhan mutlak, hingga ritual-ritual penuh kontroversi.

Eksistensi Jihad Ummah mulai terganggu ketika Hambali (Fattah Amin), anak salah satu orang kepercayaan Walid, pulang dari Yaman. Ia sadar ajaran yang dibawakan Walid menyimpang dari ajaran Islam.

Hambali bersama Baiduri kemudian bekerja sama membongkar ajaran sesat Walid agar keluarga dan orang-orang di sekitarnya selamat dari praktik penyimpangan agama.

Bidaah diarahkan sutradara Pali Yahya dari naskah karya Eirma Fatima. Serial yang mengusung genre religi itu terdiri dari 15 episode dengan durasi per episode sekitar 42 menit.

Serial ini dibintangi Faizal Hussein, Fattah Amin, Riena Diana, Marissa Yasmin, Vanida Imran, hingga Hasnul Rahmat.

Bidaah tayang dan bisa ditonton di Viu.

Wajib Ditonton! 4 Film Horor tentang Sekte Pemuja Iblis yang Bikin Merinding Sepanjang Cerita

Wajib Ditonton! 7 Film Horor tentang Sekte Pemuja Iblis yang Bikin Merinding Sepanjang Cerita

Film bertema sekte sering kali menunjukkan bagaimana seseorang bisa terperosok ke dalam pengaruh kelompok yang tampak religius namun menyimpan agenda gelap. Dalam banyak kasus, karakter utamanya adalah sosok biasa yang mendadak harus menghadapi kekuatan besar di luar nalar. Hal ini menciptakan nuansa ketidakberdayaan yang efektif menekan psikologis penonton dari awal hingga akhir film.

Daftar rekomendasi berikut menyajikan tujuh film horor yang masing-masing berhasil menangkap esensi kengerian tersebut dengan cara yang unik. Mulai dari seorang perawat religius yang terobsesi menyelamatkan jiwa pasiennya, hingga remaja yang menjadi korban permainan sekte dalam balutan dunia modern, semua film ini menawarkan pengalaman menonton yang intens dan mengguncang emosi.

SAINT MAUD (2019)

Maud adalah perawat muda yang menyendiri, berusaha menebus masa lalunya dengan cara mendekatkan diri pada keyakinan religius secara ekstrem. Trauma yang tak dijelaskan secara rinci membawa Maud ke dalam jalan penuh obsesi akan penyelamatan jiwa.

THE HOUSE OF THE DEVIL (2009)

Samantha Hughes, seorang mahasiswi, menerima tawaran menggiurkan untuk menjaga seseorang di sebuah rumah terpencil saat terjadi gerhana bulan penuh. Namun, saat tiba, ia mengetahui bahwa tidak ada anak kecil yang perlu dijaga.

Yang ada hanyalah wanita tua dan suasana rumah yang membuat bulu kuduk berdiri. Saat malam bergulir, Samantha menyadari bahwa keluarganya bukan sekadar eksentrik, mereka adalah bagian dari rencana mengerikan yang telah disiapkan, menjadikannya target dari ritual gelap yang mematikan.

HEREDITARY (2018)

Kematian sang ibu membuka luka mendalam bagi Annie dan keluarganya, yang mulai mengalami fenomena aneh yang sulit dijelaskan secara logis. Kejadian-kejadian mengerikan tersebut perlahan mengarah pada rahasia keluarga yang selama ini disembunyikan.

Rahasia itu bukan sekadar sejarah gelap, melainkan keterkaitan langsung dengan sekte yang telah menyiapkan takdir mengerikan untuk keturunannya. Di tengah upaya bertahan, keluarga ini justru terseret lebih dalam ke pusaran kekuatan iblis yang tak terelakkan.

INCANTATION (2022)

Li Ronan dihantui oleh kesalahan fatal enam tahun lalu, ketika ia secara tak sengaja melanggar tabu dalam sebuah kepercayaan lokal. Sejak itu, hidupnya berubah total, dan kini, kutukan tersebut mulai mengancam nyawa putrinya sendiri.

Ronan berusaha mencari cara membalikkan kutukan yang telah melekat padanya, namun jejak-jejak sekte misterius yang terlibat semakin sulit untuk dihapus. Teror terus meningkat ketika realitas dan hal gaib mulai menyatu, dan Ronan tak lagi yakin mana yang nyata dan yang bukan.

Review Komang (2025): Cerita Cinta Penuh Perjuangan dengan Alur Membingungkan

Poster film Komang yang diperankan oleh Aurora Ribero, Sumber :Rakyat Sulbar

Sinopsis

Siapa yang tidak tahu lagu komang yang beberapa tahun lalu diputar dimana mana dan dinyanyikan oleh Raim Laode.

Pada tahun 2025 ini Film dengan judul yang sama sudah rilis di bioskop. Film ini bercerita mengengai kisah cinta Raim Laode dengan Komang Ade yang sekarang sudah menjadi istrinya.

Perjalanan cinta mereka menjadi fokus dalam film ini termasuk dengan rintangan yang harus mereka berdua hadapi karena adanya perbedaan budaya dan agama.

Duet aktor muda Kiesha Alvaro yang berperan sebagai Raim Laode dan Aurora Ribero sebagai Komang Ade menjadi hal yang patut ditunggu tunggu.

Selain kedua aktor tersebut terdapat pemeran lain seperti Cut Mini, Arie Kriting, Matias Muchus, Ayu Laksmi dan masih banyak lagi. Jika kalian penasaran dengan tantangan apa yang akan mereka hadapi kalian bisa menyaksikan di bioskop terdekat.

Sosok di balik lagu Komang dan Film Komang ini memulai karirnya di dunia Stand Up Comedy yang berasal dari komunitas daerahnya.

Sedangkan Raim meluncur di dunia musik pada tahun 2018 dengan merilis lagu berjudul Cemburu. Selanjutnya dia lebih dikenal lagi di dunia musik dengan lagu Komang yang memang hingga sekarang menjadi lagunya yang paling terkenal dengan diputar 152 juta lebih di platform Youtube.

Bisa dikatakan film ini seperti film romansa pada umumnya dimana terdapat rintangan yang harus dihadapi pasangan.

Hal yang membuat film ini berbeda adalah kisah personal yang membuat film ini memiliki sudut pandang yang sedikit berbeda daripada kisah romansa pada umumnya.

Memang kisah yang film ini angkat adalah kisah pribadi yang dialami oleh Raim Laode dan Komang Ade dalam memperjuangkan hubungan mereka, selain itu film ini berhasil dalam menyampaikan dua sudut pandang baik dari Raim dan juga Komang.

Sayangnya dari tengah hingga akhir film terlihat apa yang terjadi di hubungan mereka tidak diceritakan dengan baik, kita hanya bisa menyimpulkan mereka hanya putus sementara.

Masalahnya ketika mereka berdua bertemu mereka kembali dekat seperti biasa dan seolah olah tidak ada yang terjadi.

Padahal saat itu keduanya sedang menjalani hubungan LDR dan kita tidak bisa mengetahui apa yang terjadi dengan mereka.

Salah satu kekurangan adalah timeline waktu yang kurang jelas berapa lama mereka berpacaran sehingga yang terlihat mereka seperti berpacaran sebentar saja.

Kelebihan dari film ini adalah akting dari semua pemeran yang bisa menyatu dengan cerita. Selain itu yang perlu sangat dipuji adalah akting dari Kiesha alvaro sebagai Raim Laode yang terlihat sangat luwes.

Akting keren dari dari Kiesha sebenarnya sudah bisa terlihat dari trailer film dimana kiesha benar benar terlihat menjadi seperti Raim Laode.

Bagian ending dari film ini juga termasuk berhasil membuat orang yang menonton menjadi berkesan.

Bisa diambil kesimpulan film ini sangat berhasil dari pemilihan peran yang sangat sesuai dan berhasil menarik perhatian ketika menontonnya.

5 Hal Patut Diketahui dari Pabrik Gula, Bagian SimpleMan Universe

Film Pabrik Gula menjadi kelanjutan kisah horor SimpleMan yang diangkat MD Pictures ke layar lebar.

Film Pabrik Gula resmi dirilis di bioskop Indonesia mulai 31 Maret 2025. Film ini menjadi kelanjutan kisah horor SimpleMan yang diangkat MD Pictures ke layar lebar.
Pabrik Gula mengisahkan serangkaian kejadian horor dan mengancam nyawa yang diterima sekelompok pekerja musiman menjelang musim panen dan penggilingan tebu.

Dalam kisah film ini, sekumpulan kejadian horor tersebut muncul karena ada pantangan yang dilanggar oleh sejumlah pihak yang membuat murka para penghuni gaib pabrik gula itu.

Berbagai upaya dilakukan oleh pihak pabrik guna menenangkan para penghuni gaib, apalagi momennya menjelang penggilingan tebu yang penting bagi kelangsungan bisnis.

Sedangkan di jajaran kursi pemain, Arbani Yasiz yang sebelumnya bermain dalam Thaghut (2024), dan Ancika (2024) kembali digaet MD Pictures sebagai pemeran utama film ini.

Kemudian ada juga Ersya Aurelia, Erika Carlina, Bukie B. Mansyur, Wavi Zihan, Benidictus Siregar, Arif Alfiansyah, Azela Putri, Vonny Anggraini, dan Budi Ros.

Berikut 5 hal yang patut diketahui dari Pabrik Gula.

1. Dari kisah SimpleMan
Pabrik Gula diangkat dari kisah horor viral dari thread akun media sosial bernama SimpleMan. SimpleMan sendiri mengunggah kisah bertema pabrik gula pada 2019 dalam empat thread panjang.

Karena kisahnya yang panjang, untuk versi film, kisahnya kemudian diadaptasi menjadi lebih ringkas. Meski begitu, ada sejumlah karakter yang tetap dipertahankan untuk versi film di antaranya keberadaan Hendra, Endah, dan sejumlah dedemit yang muncul.

2. Punya referensi di dunia nyata
Untuk memastikan cerita film Pabrik Gula dari kisah nyata terbilang sulit, karena kisah film ini dibuat secara fiksi dan adaptasi dari cerita yang dituturkan di media sosial.

Namun ada sejumlah hal yang disinggung dalam film ini memang menjadi bagian dari budaya masyarakat sekitar pabrik gula di Indonesia, salah satunya adalah manten tebu.

Tradisi manten atau pengantin tebu adalah salah satu tradisi yang wajib dilaksanakan oleh masyarakat pabrik gula di Jawa, salah satunya di Jawa Timur, setiap waktu buka giling.

3. Jam kuning dan jam merah
MD Pictures selaku studio merilis Pabrik Gula dalam dua versi, yakni versi umum yang kemudian disebut Jam Kuning, dan versi uncut yang kemudian disebut Jam Malam.
Pemilihan nama tersebut mengacu pada bagian cerita dari film yang naskahnya ditulis oleh Lele Laila dan digarap oleh Awi Suryadi ini.

Pabrik Gula versi cut atau 17+ tayang di bioskop pada jam tayang siang atau sore yang kemudian disebut Jam Kuning, sementara Pabrik Gula Uncut atau 21+ tayang di bioskop pada jam tayang malam atau terakhir dan disebut Jam Merah.

4. Dari kreator KKN Di Desa Penari
Pabrik Gula kali ini digarap oleh kreator film KKN Di Desa Penari, yakni penulis Lele Laila dan sutradara Awi Suryadi. Lele Laila juga menulis Badarawuhi Di Desa Penari (2024), sehingga Pabrik Gula menjadi film ketiga dari kisah SimpleMan yang ditulis oleh Lele.

Sementara itu, Pabrik Gula adalah film SimpleMan kedua yang diarahkan oleh Awi Suryadi. Setelah KKN Di Desa Penari (2022), Awi disibukkan dengan sejumlah proyek horor MD Pictures lainnya seperti Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul (2023), dan Perewangan (2024), dan Sebelum 7 Hari (2025).

5. Film kelima dari SimpleMan Universe

Pabrik Gula merupakan film kelima dari proyek SimpleMan Universe yang digagas MD Pictures berdasarkan kisah horor thread SimpleMan.

Semesta ini dibuka dengan KKN Di Desa Penari pada 2022, berlanjut ke Sewu Dino pada 2023, lalu Badarawuhi Di Desa Penari pada 2024, dan Sorop pada 2024.

Setelah Pabrik Gula yang tayang pada saat Lebaran 2025, MD Pictures sudah menyiapkan film keenam saga ini yang bertajuk Janur Ireng.

Pabrik Gula kali ini juga disiapkan spesial oleh Awi Suryadi dan Lele Laila, yakni memiliki after credit scene pada bagian akhir.

Elizabeth Olsen Klaim Tak Bintangi Avengers: Doomsday dan Secret Wars

Elizabeth Olsen mengklaim dirinya tak akan ikut membintangi Avengers: Doomsday dan Avengers: Secret Wars.

Elizabeth Olsen memastikan dirinya tak ikut membintangi Avengers: Doomsday dan Avengers: Secret Wars yang akan menjalani syuting di London, Inggris, dalam waktu dekat.
Pemeran Scarlet Witch itu mengungkap nasibnya di dua proyek terbaru Avengers dalam wawancara The Hollywood Reporter. Ia yang baru selesai syuting film Panic Carefully di London itu mengaku segera kembali ke Amerika Serikat untuk syuting proyek lainnya.

“Tidak, saya kembali [ke Amerika Serikat]. Saya baru selesai syuting [Panic Carefully]. Saya berlanjut untuk syuting episode pilot untuk proyek FX [Seven Sisters],” ungkap Elizabeth Olsen, Senin (24/3).

Meski telah membantah, keterlibatan Olsen di Doomsday maupun Secret Wars belum sepenuhnya tertutup. Ia masih berpotensi tampil kembali dan berusaha menutupi keterlibatannya dalam bagian penutup The Multiverse Saga.

Hal itu dapat terjadi karena syuting Avengers: Doomsday akan berjalan sepanjang 2025. Di sisi lain, Olsen hanya syuting untuk episode pilot Seven Sisters karena serial itu belum mendapat lampu hijau untuk diproduksi.

Kemunculannya di film itu berakhir dengan Scarlet Witch sadar atas kesalahannya, lalu mengorbankan diri dengan menghancurkan semua salinan Darkhold di seluruh Multiverse. Ia kemudian menghancurkan Gunung Wundagore dan ikut jatuh bersama reruntuhannya.

Meski Scarlet Witch terlihat sudah mati dalam ending Doctor Strange 2, ia masih berpotensi kembali dengan berbagai skenario, seperti varian Scarlet Witch dari semesta lain karena MCU berada dalam era Multiverse Saga.

Marvel Studios sejauh ini telah mengonfirmasi sejumlah nama yang bergabung dalam Avengers: Doomsday, seperti Robert Downey Jr. dan Chris Evans.

RDJ akan menjadi villain utama bernama Doctor Doom, sementara peran Chris Evans hingga kini masih rahasia. Empat anggota Fantastic Four yang dibintangi Pedro Pascal, Vanessa Kirby, Joseph Quinn, dan Ebon Moss-Bachrach juga akan bergabung dalam film tersebut.

Fantastic Four juga menjadi grup superhero pertama yang dipastikan muncul di Avengers: Secret Wars. Sementara itu, belum ada kabar terkait bintang lain yang bergabung di puncak The Multiverse Saga tersebut.

Sedangkan, Joe dan Anthony Russo alias Russo Brothers telah ditunjuk menjadi sutradara untuk Avengers: Doomsday dan Avengers: Secret Wars.

Mereka kembali direkrut setelah diumumkan oleh Presiden Kevin Feige ketika mengisi panggung San Diego Comic Con (SDCC) pada Juli 2024.

Review Film: No Other Land

Review No Other Land: Kamera dan handphone jadi senjata, merangkai rekaman video untuk mengungkap realita penjajahan terhadap warga Tepi Barat, Palestina.

Berbagai video yang menggambarkan penjajahan Israel atas Palestina di media sosial dalam beberapa tahun terakhir sudah menyayat hati. Namun No Other Land membuat rasa nelangsa semakin menjadi.
Dokumenter 95 menit peraih Best Documentary Feature Film Piala Oscar 2025 ini memang bukan berlatar agresi biadab Israel ke Jalur Gaza sejak Oktober 2023, tetapi jauh lebih lama dari itu.

No Other Land adalah secuplik kenangan penuh darah, tangis air mata, hingga nestapa tak bertepi dari seorang pemuda Palestina yang terabadikan dalam gambar bergerak sejak ia kecil.

Basel Adra adalah nama pemuda itu.

Basel Adra dan Hamdan Ballal yang merupakan jurnalis asal Palestina bekerja sama dengan jurnalis dari negara ‘penjajah’ mereka, Israel, yakni Yuval Abraham dan Rachel Szor, dalam menggarap film ini.

Selayaknya pemuda Palestina lainnya, Basel juga melawan tentara Israel untuk pergi dari kampung tanah air mereka. Namun bedanya, Basel Adra angkat kamera dan ponsel seadanya sebagai senjata.

Adra dan keluarganya sudah sejak lama dan terbiasa merekam kejadian penggusuran hingga kekerasan yang terjadi di lingkungannya karena keputusan Pemerintah Israel.

Bagi keluarga Adra, rekaman video dan foto adalah bukti autentik kepada dunia atas penjajahan yang dilakukan oleh Israel sejak puluhan tahun lalu, dan semakin menggila dalam beberapa tahun terakhir.

Rekaman video dan foto tanpa rekayasa teknologi canggih macam AI itu sudah merekam sejak Adra kecil. Bahkan, video itu juga merekam perjalanan ayah Adra yang berulang kali ditahan oleh tentara Israel.

Namun rekaman yang dikhususkan untuk dokumenter ini digarap antara 2019 hingga 2023 di Masafer Yatta, Tepi Barat, dan tuntas pada Oktober 2023, bulan yang sama saat Perang Gaza meletus.

Penggusuran tentara Israel terhadap warga desa, perusakan pada satu-satunya sekolah dasar di desa, hingga perusakan ke sumber air yang dimiliki warga Palestina menjadi sajian dokumenter ini.

Bahkan, aksi penembakan terhadap salah satu tetangga Adra oleh tentara Israel tertangkap dengan jelas dalam dokumenter ini. Tanpa rekayasa, tanpa setting-an.

Karena diambil dengan sejujur dan seapa-adanya, maka jangan harap ada sinematografi indah atau tata suara megah. Semua gambar aksi genosida dan penjajahan Israel atas warga Palestina ini berbicara dengan sendirinya.

Maka dari itu, No Other Land tak memberikan tempat lain bagi penonton untuk pergi dan kabur dari berbagai kejadian yang meremas rasa kemanusiaan.

Meski tak ada beauty shoot atau pengambilan gambar kamera yang proper, bahkan beberapa shoot terlihat amatir, seluruh visual dokumenter ini tak membosankan karena ketegangan kisahnya sudah bercerita sendiri tanpa perlu banyak narasi.

Penonton seperti diajak langsung ke medan perang, berhadapan dengan tentara Israel, serta ikut berunjuk rasa dengan warga desa memprotes kejahatan-kejahatan penjajah.

Tak banyak narasi dalam dokumenter ini selain dari suara Adra yang menjelaskan peristiwa yang sudah terjadi. Adra dan Abraham bukan hanya bertugas sebagai sutradara dalam film ini, tetapi juga tokoh utama di dalamnya.

Basel menampilkan perjuangannya membela tanah air kelahirannya, membantu warga setempat berunjuk rasa dan menyuarakan penderitaannya, hingga menyuarakan kondisi di daerahnya dengan mengunggah video di media sosial.

Sementara Abraham menunjukkan keberpihakannya pada Palestina dengan terus menulis soal situasi di Masafer Yatta untuk media tempat ia bekerja. Namun sayang, tak banyak artikelnya yang dibaca orang.

Percakapan antara Basel dengan Abraham menjadi hal yang sentimental bagi saya. Obrolan dua pemuda dengan nasib berbeda tapi punya kegelisahan yang sama, yakni pendudukan militer Israel di Palestina harus dihentikan.

Abraham juga menjadi pendengar yang baik saat Basel meluapkan segala emosinya hingga cita-cita yang masih ada dalam benak pemuda Palestina tersebut.

Meski begitu, dokumenter ini juga menampilkan keberadaan Yuval Abraham yang dipandang sebagai ancaman oleh warga Masafer Yatta. Apalagi kalau bukan karena latar belakang Abraham yang berasal dari negara penjajah.

No Other Land memang tak memiliki tata suara yang apik, tetapi suara alami yang datang dari tembakan, ratapan, tangisan, hingga kerusuhan sudah cukup untuk menguras emosi penonton.

Tak butuh efek CGI bagi No Other Land untuk menunjukkan seberapa biadab Israel menindas warga Palestina. Film ini hanya ingin menjadi penyiar dan penyadar warga dunia, terutama para pemimpin, untuk segera bergerak menghentikan tindakan penjajahan yang sudah ada puluhan tahun ini.

Kemenangan No Other Land di Academy Award ke-97 juga sebenarnya berhasil mengenalkan dokumenter ini ke penjuru dunia, lantaran cukup sulit karya yang menceritakan realitas di Palestina mendapatkan pengakuan di ajang internasional.

Seperti yang dikatakan Basel Adra dengan menyentuh saat memegang Piala Oscar di atas podium pada 2 Maret 2025, bahwa kenyataannya hingga saat ini warga Palestina masih ditindas oleh Israel. Yuval Abraham juga menyinggung Amerika Serikat yang belum punya langkah nyata menghentikan serangan Israel.

Dokumenter ini masih tayang terbatas di beberapa negara walau mestinya punya eksposur yang lebih luas selain daripada keliling di berbagai festival film dunia.

Saya berharap, di bulan Ramadan ini, No Other Land dan berbagai dokumentasi lainnya dari tanah Palestina akan mampu membuka lebih lapang simpati, empati, dan aksi nyata warga dunia untuk membantu membebaskan Palestina dari Israel.

Review Film The Proposal 2009 Romantis Lucu dan Menghangatkan Hati

Sumber : Galileo

Jika Anda mencari film romantis komedi yang menghibur dan penuh dengan momen mengharukan The Proposal adalah pilihan yang tepat Dibintangi oleh Sandra Bullock dan Ryan Reynolds film ini menawarkan chemistry yang kuat dialog yang cerdas dan plot yang meskipun klise tetap menyenangkan untuk diikuti Berikut adalah ulasan lengkapnya

Sinopsis Singkat

Margaret Tate Sandra Bullock adalah seorang editor eksekutif yang tegas dan ditakuti di sebuah perusahaan penerbitan di New York Ketika dia terancam dideportasi ke Kanada karena masalah visa Margaret memaksa asistennya Andrew Paxton Ryan Reynolds untuk menikahinya agar bisa tetap tinggal di Amerika Serikat Andrew yang awalnya enggan akhirnya setuju dengan syarat Margaret memenuhi beberapa permintaannya termasuk mengunjungi keluarganya di Alaska Di sana hubungan mereka yang awalnya hanya pura pura mulai berkembang menjadi sesuatu yang lebih serius

Hal Hal yang Menonjol dari Film Ini

1 Chemistry Sandra Bullock dan Ryan Reynolds

Chemistry antara Sandra Bullock dan Ryan Reynolds adalah salah satu daya tarik utama film ini Keduanya berhasil menciptakan dinamika yang lucu mengharukan dan penuh percikan Adegan adegan mereka bersama baik yang romantis maupun komedi terasa alami dan menyenangkan untuk ditonton

2 Komedi yang Menghibur

The Proposal dipenuhi dengan adegan adegan lucu yang berhasil membuat penonton tertawa Salah satu adegan yang paling diingat adalah ketika Margaret dan Andrew secara tidak sengaja bertabrakan dalam keadaan setengah telanjang Adegan ini menjadi salah satu momen paling ikonik dalam film

3 Elemen Romantis yang Manis

Meskipun plotnya terbilang klise hubungan pura pura yang berubah menjadi cinta nyata film ini berhasil menyajikan momen momen romantis yang manis dan mengharukan Perkembangan hubungan Margaret dan Andrew terasa alami dan kita sebagai penonton bisa merasakan ketegangan dan kehangatan di antara mereka.

Kekurangan Film

Plot yang Terlalu Klise Meskipun menghibur plot film ini terbilang cukup predictable Jika Anda mencari sesuatu yang benar benar baru mungkin film ini tidak akan memenuhi ekspektasi
Karakter yang Terlalu Stereotip Beberapa karakter seperti keluarga Andrew terkesan terlalu stereotip dan kurang berkembang
Pesan dan Makna

The Proposal tidak hanya sekadar film romantis komedi tetapi juga menyampaikan pesan tentang pentingnya keluarga kejujuran dan menemukan cinta di tempat yang tidak terduga Film ini mengajarkan kita bahwa terkadang cinta bisa datang dari hubungan yang awalnya hanya pura pura

Rating

Kualitas Akting 9/10
Alur Cerita 7/10
Komedi 8/10
Romantis 8/10
Overall 8/10